Budy Sugandi (Tw: @budysugandi)
Alumni UIN Sunan Kalijaga (2006-2010) Pernah kuliah di Turki dan Jerman
10 Jan 2017

Prof. Musa Asy’arie : Keseimbangan antara Akademisi, Birokrat dan Entrepreneur

Beberapa bulan lalu, saya dihubungi asisten Prof. Musa Asy’arie (selanjutnya cukup ditulis Pak Musa) yaitu Vita Agustin. Dia meminta saya menuliskan “kado ulang tahun” untuk Pak Musa yang akan merayakan ulang tahun ke 65. Karena yang berulang tahun bukan teman sepermainan melainkan sosok inspiratif bagi saya dan banyak orang lain, maka kado ulang tahunnya juga spesial. Pak Musa juga sempat mengirimkan pesan pribadi ke saya: ‘Ass wr wb., mas Budy, kata Vita anda mau nulis 65th Musa, apa masih ada waktu? Saya lihat anda sibuk banget, kapan doktornya? Semoga berkah d sukses selalu, aamiin’,“Walww… kalau saya tidak punya waktu malu dg kesibukan Prof Musa namun sgt produktif… sementara Sedang fokus bisnis dulu, insy Doktor segera, motion do’a dan bimbingan… tulisan spesial buat Prof Musa on progress .. begitu jawaban saya. 

Adakah yang lebih membahagiakan daripada persembahan yang tak sekedar seremonial meniup menerima kado atau makan bersama yang kenangannya mungkin ada namun minus refleksi. Buku bisa disimpan dan dibaca berulang-ulang oleh empunya dan siapapun yang ingin membacanya kelak.

Sosok Pak Musa, pertama saya dengar namanya saat menjelang berakhirnya masa studi, saat-saat menyelesaikan skripsi. Beliau saat itu diangkat menjadi Rektor menggantikan Prof. Amin Abdullah. Selama perkuliahan, beliau juga belum pernah mengampu saya secara langsung karena saya kuliah di Fakultas Sains dan Teknologi sedangkan beliau dosen di Fakultas Ushuluddin -juga pascasarjana tentunya-. Namun, meski tak kenal dekat, sebagai mahasiwa saya mendengar beberapa selintingan, informasi tentang beliau. Ada kawan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) -saat itu saya aktif di UKM Karate INKAI—yang bercerita bahwa Pak Musa orangnya sederhana dan tidak protokoler. Beliau berkunjung ke UKM dan mengajak ngobrol mahasiswa dengan santai. Mungkin ini bawaan yang dibentuk sesuai dengan passionnya, selain akademisi, birokrat juga pengusaha yang mudah bergaul dan berkomunikasi.

Tidak banyak manusia yang diberikan anugerah oleh Tuhan berupa multi talenta apalagi sampai berhasil ke puncak. Tak sekedar dosen beliau pernah menjabat sebagai Rektor, di samping itu juga penguasaha sukses.

Sebelum berangkat ke Turki untuk melanjutkan studi Master saya sowan ke beliau. Saat itu beliau sedang mengisi seminar di hotel UIN Sunan Kalijaga. Dari belakang saya ikut menyimak materi. Salah satu pesannya “ada orang yang punya satu masalah namun memiliki seribu solusi dan ada orang yang memiliki seribu masalah namun hanya memiliki satu solusi dalam hidupnya”. Pesan model seperti ini saya rasa susah kita dapatkan kecuali dari dosen penuh pengalaman.

Setelah seminar saya menghampiri dan pamit bahwa dalam waktu dekat akan berangkat ke Turki. Beliau sangat senang dan mengucapkan selamat. Dalam percakapan ringan itu saya merasa terhormat. Beliau berkomunikasi dengan bahasa yang ringan, tidak canggung sehingga saya hampir lupa bahwa saya sedang berbicara dengan Rektor.

Pentingnya entrepreneurship

Di era saat ini, di mana orang berbondong-bondong untuk mendaftarkan diri mendapatkan pekerjaan, belum lagi tingginya PHK oleh perusahaan, sudah seharusnya kita banting setir dari mindset yang awalnya “pencari pekerjaan” menjadi “pemberi pekerjaan” salah satunya dengan bercita-cita menjadi seorang entrepreneur.

Perlu kita catat bahwa jumlah pengusaha Indonesia yang ada saat ini jumlahnya baru mencapai 1,56 persen padahal standar bank dunia menyaratkan 4 persen. Artinya pekerjaan rumah bangsa kita tidak akan mampu dengan membebani sepenuhnya pasrah kepada pemerintah, melainkan harus ada upaya turun tangan dari masyarakat sebagai jembatan untuk menyelesaikan permasalahan bangsa.

Dunia entrepreneurship di Indonesia terlihat menarik, karena para muda-mudi terasa mampu memanfaatkan kemajuan teknologi. Mulai dari fenomena Go-Jek yang dipelopori oleh Nadiem Makarim hingga jualan di media social seperti Instagram. Ini merupakan fenomena positif Masyarakat Indonesia yang terkenal sebagai penonton dan berperan sebagai konsumen beralih ke “pemain utama”.

Seselesainya studi di Turki, saya berkesempatan lagi bertemu dengan beliau. Sore, setelah beliau mengajar mahasiswa di kelas pascasarjana. Semangat beliau dalam memprovokasi mahasiswanya untuk ikut andil dalam meningkatkan jumlah entrepreneur muda serta mendorong percepatan perekonomian bangsa selalu luar biasa.

Saat itu kami sedikit reuni dengan “gojekan”khas jogja yang diwarnai tawa lepas tanpa beban. Bertemu dengan pak Musa pasti berkesan. Selalu ada ilmu yang bisa diserap meski diselingi canda.

Mahasiswa dan entrepreneurship

Sosok Pak Musa yang berpikir “out of the box” seharusnya mampu mencabuk kita khususnya anak muda untuk memacu adrinalin. Jiwa entrepreneurship beliau tentu tidak datang seketika saat usia beliau sudah senja sepeti sekarang, namun diipupuk sedari muda bahkan mungkin sejak kecil -saya jadi memiliki banyak bahan untuk “ngobrol santai”dengan beliau kelak, terutama pengalaman beliau sejak kecil sampai sukses seperti sekarang— Bisa anda bayangkan jika dari seluruh perguruan tinggi se Indonesia mewisuda mahasiswanya dan semuanya sibuk mencari pekerjaan. Tentu anda akan geleng-geleng kepada melihat situasi tersebut. Sebaliknya, jika para mahasiswa selama menempuh studi selain belajar melalui bangku kelas, juga sudah mulai berwirausaha, maka waktu 4-5 tahun itu akan cukup untuk fokus memperbesar bisnis hingga meciptakan peluang pekerjaan atau minimal tidak ikut-ikutan menambah jumlah pelamar pekerjaan.

Mahasiswa merupakan aset yang baik sebagai garda terdepan untuk menghadirkan harapan baru bagi masa depan bangsa. Selain semangat yang berapi-api, ideologi yang kokoh namun juga pengetahuan yang didapat dari bangku universitas akan sangat berguna.

Pengalaman membuktikan, tidak ada manusia yang berhasil secara instan. Butuh proses panjang. Tak jarang aral melintang yang membuat kita jatuh tersungkur, namun dari situ timbul satu pertanyaan besar “apakah kita mau bangkit atau memilih menyerah?”.

Kisah hidup Pak Musa ini yang membuat saya khususnya memilih jalan hidup untuk terus bangkit dan tak pernah berjenti berjuang. Saya belajar menekuni dunia entrepreneurship dan juga meluangkan waktu untuk mengajar di kampus. Saat ini saya fokus mengembangakan Schoolmedia sebuah aplikasi manajemen sekolah, Lembaga bimbingan belajar bahasa Inggris yang terletak di kampung Inggris Pare Kediri bernama El-Institute,menjual pashmina Turki serta bekerjasama dengan anak muda untuk memproduksi kaos sablon, Merchandise SOCRATES 17. Semoga ini menjadi langkah awal untuk meniru jejak Pak Musa.

Akhirnya, saya ingin mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-65 Pak Musa. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kesehatan dan kelancaran kepada pak Musa dan keluarga, berkah di dunia-akhirat. Tetaplah menjadi teladan kami muda-mudi ini dan jangan pernah lelah menginspirasi kami… Terimakasih.

Spesial thanks: Terimakasih Vita yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menulis “kado kecil”ini.

Jakarta, November 2016

stie-sbi